Posts

Showing posts from 2016

366/366

Sudah di penghujung tahun masehi rupanya. Ternyata setelah saya kilas balik, 2016 memberikan segala rasa bagi saya. Saya merasakan apapun di 2016. A bitter year, indeed. Berwarna tapi pait yang dirasa. Hal yang selalu hadir di penghujung tahun kalau di hidup saya, kehadiran sosok lebih tepatnya. Hal yang memang selalu ada di hidup saya entah semenjak usia berapa. Ngga penting memang. Tapi sejauh ini, itu faktanya. Untuk tahun 2016 ini, saya merasa jahat. Iya, saya benar-benar menyadari kejahatan yang telah saya lakukan. Saya nggak tau harus mulai dari mana untuk membongkar kejahatan-kejahatan yang saya lakukan di 2016 ini. Sepertinya kalau terus-terusan seperti ini, saya akan membohongi banyak pihak. Memulai sandiwara, adegan demi adegan, dialog demi dialog, akan saya lakoni entah sampai kapan. Sebelumnya, saya tidak pernah melakukan hal-hal itu. Karena saya tau betapa pedihnya jika saya menjadi lawan main saya. Sangat amat pedih. Sakit. Dan saya, secara sadar, sampai saat ini, s

Saya kesal.

Kalau saya bisa mengulang waktu, mungkin saya akan melakukan hal yang lain. Kalau saya bisa mengulang waktu, belum tentu akan mengambil keputusan yang sama. Saya jahat dengan cara saya sendiri, pun dengannya. Saya dan dia sama-sama saling menyakiti. Sama halnya, ketika saya dan dia sama-sama saling membahagiakan. Saya nggak tau apa yang benar-benar saya rasakan. Yang saya tau, sampai sejauh ini, saya kesal.

22/11

i can't help to falling in love with him and i feel like.. i don't deserve him

Takut dan bodoh.

Takut dan bodoh. Dua sifat yang melekat pada diri ini ketika ia sedang terlena dalam buaian. Dua hal yang menyelimuti akal dan nalar dalam mengambil keputusan. Takut dan bodoh. Dua hal yang selalu terulang ketika hati sudah bekerja. Dua hal yang selalu tampak ketika mata sudah buta. Saya takut ketika hanya saya yang merasa. Saya bodoh kalau saya percaya kami sama-sama merasakannya. Saya takut kalau ternyata hanya saya yang jatuh cinta. Saya bodoh karena terlalu menunjukannya.

Penyadaran (lagi).

Saya nggak tahu udah sejauh mana saya melangkah. Saya juga nggak tahu seberapa jauh saya harus melangkah. Disadari atau nggak, mungkin saya sering membahagiakan orang lain, pun menyakiti. Sama halnya dengan membahagiakan dan menyakiti diri sendiri. Bedanya hanya pada subjek, siapa yang siapa, siapa pada siapa. Menulis dan membeberkannya di sini bukan hal yang absolut bijak, bukan juga hal yang absolut fatal. Hanya saja makin ke sini kita makin sendiri 'kan? Selain platform ini, ya hanyalah Sang Maha Mendengar yang setia mendengar keluh kesah kita. Saya nggak tahu seperti apa diri saya di mata Sang Maha Melihat. Sama halnya saya juga nggak tahu seperti apa diri saya ini di mata mereka -sang maha menilai-, yang silih berganti hadir dan hilang di hidup ini. Pada fase tertentu diri ini baik. Sebaliknya, pada fase tertentu pula diri ini buruk. Sampai saat ini saya menjadi semakin bingung, pandangan saya menjadi kabur, pikiran saya menjadi keruh dalam membedakan mana yang bai

b e r i

Setelah sembilan belas tahun saya hidup baru saya sadari m ungkin saya harus lebih banyak memberi. Tenaga, waktu, uang, pikiran, bahkan perasaan. Entah dengan memberi saya akan mendapatkan segalanya, atau bahkan kehilangan semuanya. Termasuk diri saya. Ketakutan akan kehilangan yang membuat jauh dari rasa kepemilikan. Mungkin juga tidak akan pernah benar-benar memiliki agar tidak pernah merasa kehilangan.

Semoga saja.

Banyak hal yang bisa dituangkan namun sulit diuraikan. Karena apa? Karena hal yang indah tidak dapat dideskripsikan. Tuhan tau mana yang terbaik, Tuhan menciptakan yang terbaik, tapi kita.. Kita kadang membuat keadaan menjadi terbalik. Semoga.. semoga.. dan semoga. Hanya semoga yang bisa diucapkan. Semoga saja memang ini yang terbaik.

Kalau...

Image
"Kalau-kalau aku pergi, mungkin tak akan kembali. Kalau-kalau aku menyapa, mungkin tidak dengan perasaan yang sama." - Syafira Azharia, 30 Mei 2016. Nggak kayak dulu lagi memang, tapi bukan berarti nggak bahagia, 'kan? Kalau misalnya terus-terusan kayak gitu, mau sampai kapan? Bukan rasa lelah atau bosan yang menjadi alasan, tapi lebih karena kehadiran dan perjuangan yang diutamakan. Kalau misalnya ada perubahan secuil saja dari sikap-sikap yang kemarin, mungkin ada alasan untuk mertahanin. Tapi toh, cuma satu pihak yang bekerja. Tapi toh, cuma satu pihak yang berharap. Bahkan ternyata, bagaimana kalau selama ini cuma satu pihak yang merasa? Bukan bertepuk sebelah tangan lagi namanya. Memang hanya diri ini saja yang bodoh dalam menafsirkan semuanya. Kalau ternyata pihak lain juga merasa, silakan saja mencoba. Tapi maaf, di sisi lain sudah tidak ingin membuka kesempatan untuk kedua kalinya. Sudah banyak kesempatan yang terlewatkan. Sudah banyak cobaan yang dila

0921

Layaknya bisnis dan niaga Berjuang tentang waktu dan tenaga Mengupayakan segala yang ada Dari materi hingga sumber daya Butuh kesabaran Butuh totalitas Butuh perjuangan Tidak ada jalan pintas Bermain rasa Bermain firasat Mengandalkan taktik dalam praktik Kita sedang bermain mengandalkan waktu. Mempermainkan waktu lebih tepatnya. Membuang waktu atau menginvestasikan waktu? Investasi atas apa? Atas ketidakpastian? Apakah itu yang kita sebut dengan investasi? Sesuatu yang tidak pasti. Bahkan berwujud pun tidak. Apa modal kita untuk bermain dengan ini semua? Percaya? Cukup kah hanya dengan percaya? Hal yang abstrak untuk dipercayai, untuk dijadikan pegangan, untuk dijadikan landasan. Modalku hanya sebatas percaya ditambah keyakinan. Berinvestasi terhadap rasa dalam waktu. Berharap itu semua akan mengembang layaknya adonan kue. Kemudian dibakar dengan penuh rasa sabar. Lalu akhirnya siap disajikan menjadi hidangan pendamping hidup yang nikmat, bersa

Keinginan Yang Digelisahkan

Kegelisahan yang meradang menjaga diri dari sang malam. Bersama bayangan yang tertanam dalam ingatan. Menjalar lebih jauh di dalam jasad. Terkenang namun terabaikan. Terkekang juga tertekan. Tergelitik dalam lubuk, mungkinkah? Tertarik dalam gerak-gerik, sadarkah? Inginnya melebur dalam peluk. Mengurai cerita dalam jiwa, tumbuh bersama hingga tua.

Ekspektasi mati.

Kamis, 17 Maret 2016. Banyak hal di luar ekspektasi yang ternyata terjadi. Hal-hal yang tidak pernah terbayangkan lalu menjadi kenyataan. Aku, kamu, kita, dan mereka. Individu-individu baru yang belum pernah bertemu. Diatur sedemikian rupa hingga akhirnya berjumpa. Hal-hal yang kiranya menurut diri ini penting, ternyata sampai di sini hanya candaan. Tidak lebih dari sekedar angan-angan anak sekolahan. Logika yang dipermainkan, nalar yang dipertanyakan. Realita indah yang kini dan memang sedari dulu dikedepankan. Rayuan serta buaian idealisme akal pun akhirnya mati dimakan kenyataan.

10/02/2016

Image
Mungkin ini jawabannya Mungkin ini juga caranya Ternyata memang begitu jalannya Berjalan seperti biasa Tanpa ada makna dalam kata Berlalu bagai senja pada setiap Selasa Angin yang membawa rindu Disampaikan dengan belaian lembut Meliuk di setiap sela tubuh Beda yang memberi cerita Tumbuh di kota penuh cinta Menyimpan rasa dalam dada Indah seperti ini sudah cukup Nelangsa yang dirasa kalau di bawah Jumawa terlihat kalau di atas Puisi jelek ini tidak bisa menggambarkan apa yang sebenarnya dirasakan. Semoga Tuhan menjaga keindahan makhluk yang menciptakannya. Kecantikan abadi yang sedang dibangun dalam hati. Anggunnya sikap yang dipertontonkan. Kerendahan hati yang terpancar melalui imaji. Tingginya akal serta budi yang dimiliki. Mungkin, iya mungkin, kemungkinan-kemungkinan lucu yang bisa saja terjadi. Semoga Tuhan mengabulkan keinginan duniawi. Credit : idk, I stole it from someone's feed on ig.

akan selamanya

Mungkin sudah saatnya, lebih dari 365 hari yang terbuang, aku menyadarinya. Mungkin selama ini aku yang salah, terlalu memaksa memecah suasana. Mungkin ini waktunya, melepas genggaman yang terjerat dalam angan. Cerita yang ada selama ini ternyata cuma asa. Tidak lebih dari sekedar canda. 18 tahun hidup di dunia fana tidak juga membuatku sadar bahwa kita akan hidup kembali. Tapi bukan di sini. Terus kok ya yang dicari cuma si dunia brengsek ini? Bodoh juga ternyata, sudah berjuta kali diteriaki bapak, masih saja keukeuh dengan dunia brengsek ini. Kenapa ya? Agak bandel juga ternyata. Ndableg . Sudahlah, yang kemarin ya mau diapain? Masih panjang juga jatah main-mainnya. Ya, mudah-mudahan diaminkan oleh para malaikat lalu disampaikan kepada-Nya. Semoga masih lama, ya? Lama ke mana? Ya menuju hidup yang sebenarnya, toh. Mungkin juga di jatah main-main ini aku akan tetap sendiri. Nda akan tega aku mengajak orang lain untuk bersusah-susah bersamaku di permainan ini.