Di akhir 2023, saya kembali lagi bertemu dengan kata-kata yang selama ini bersembunyi di dalam kepala. Setelah 26 tahun hidup, saya baru benar-benar paham bahwa tulisan tidak pernah mati, ia yang membawa hidup menjadi abadi. Ada yang bilang, hidup hanya pengulangan. Ada yang bilang, hidup itu penuh perjuangan. Tapi yang sering kita lupa, untaian kejadian hanyalah hasil dari kita memaknai pilihan. Bagaimana kita mengulang apa yang kita lihat. Hal yang kita hindari, malah hal yang kita pilih untuk jalani. Mungkin karena rasanya begitu familiar, begitu nyaman, dan menjadi begitu mudah untuk dijajaki kembali. Kadang, mengulang kembali menjadi pilihan dibanding harus terung berjuang. Pengecut memang. Dengan besarnya harapan dan bayaran, tetap memilih untuk tetap dalam kenyamanan. Bagaimana kita memaknai penyesalan, jika akhir yang diharapkan sudah kita bayangkan untuk terlupakan? Jakarta, 27 November 2023
Pagi ini kembali duduk di hadapan layar, sedikit demi sedikit jari kembali menari, menyusuri satu persatu huruf untuk membentuk makna baru. Pagi ini berani memulai kembali hal yang selalu dipertanyakan: apa, bagaimana, untuk apa? Pagi ini, di pagi yang asing dan jauh dari kata nyaman, mencoba memaksakan diri untuk bisa menerima bahwa akan selalu ada hal-hal yang harus kita hadapi meskipun bukan hal yang kita mau, tapi ternyata hal yang kita butuh. Kapan kita sadar bahwa memang hal-hal tersebut harus ada di dalam hidup kita, bagaimanapun bentuknya? Dari sekian banyak kemungkinan, pelajaran-pelajaran itu akan selalu ada, apapun balutannya. Dari sekian banyak multiverse yang mungkin kita jalani, bukankah remedial-remedial itu akan selalu ada kalau kita belum benar-benar lulus ujiannya? Mungkin, mungkin, mungkiiiiinnnnn, memang kita diputar di situ saja karena harus mencari titik awal. Di mana kamu memulainya? Di mana kamu mulai keluar dari jalurnya? Mungkin, mungkin, tarik mundur untuk k...
Hari ini gue abis menghadiri nikahan kolega kantor, Adam beserta istrinya Tiga. Selama di perjalanan dari rumah Rempoa ke wedding venue, udah siap-siap bakal mojok sendiri karena ga janjian dengan orang kantor lainnya untuk dateng barengan. Untungnya, pas sampai venue gue langsung nelfon Ka Fajar yang udah laporan duluan di group kalo dia udah di tempat. Setelah ketemu dengan Ka Fajar dan yang lain, akhirnya gue makan di pojokan barengan Ka Elsa. Di situ lah mulai perbincangan kami tentang pernikahan dan pasangan hidup dari sudut pandang masing-masing. Gue seneng ternyata apa yang gue rasakan di masa sekarang adalah hal yang wajar dan normal, juga dialami oleh banyak orang termasuk Ka Elsa. Gue selalu senang ketika bertukar cerita dan sudut pandang dengan orang lain, dan ternyata kami punya benang merah yang sama meskipun cara jalaninnya berbeda. Perbincangan kami cukup panjang, mulai dari suapan pertama, jalan-jalan keliling cari desert, sampai di booth kopi kekinian kesukaan orang ba...
Comments
Post a Comment