Dimulai dari Akhir
Dimulai dari akhir.
Pertama kali gue denger frasa itu saat Latihan Dasar
Kepemimpinan Siswa (LDKS) OSIS saat SMA. Sepotong kalimat yang dibawakan oleh
sang motivator (I guess) as a trigger question for us, “ada yang ngerti dengan maksud “dimulai dari akhir””? Gue memutar otak dengan keras untuk
menemukan jawabannya, tapi otak gue belom nyampe saat itu.
Beberapa waktu kemarin, saat gue sedang bersepeda sore
memutari komplek, gue teringat kembali dengan kata-kata itu. Dimulai ketika gue
mengelilingi beberapa rumah dan mendengar suara radio yang didengarkan oleh
sepasang orang tua yang sudah cukup tua. Yang nampaknya mereka hanya tinggal
berdua, entah anaknya sedang pergi bekerja, sudah berkeluarga, atau memang, ya
hanya tinggal berdua saja. Dada gue seperti dihentak, kepala gue dipenuhi
pertanyaan, “Apa nanti gue tua bakal
kayak gitu ya? Tinggal berdua sama suami, rumah sepi ditinggal anak” dan
pertanyaan selanjutnya yang lebih menyedihkan muncul, “atau jangan-jangan ntar ayah sama ibu yang bakal kayak gini…..? Tinggal
berdua aja, ditinggal gue, aa dan Vani”. That’s not life I wanna be when I grow
old. Neither for me nor my parents.
They just popped up, the “dimulai dari akhir”. Sama seperti
pemikiran gue beberapa tahun lalu.
Nanti, di undangan
nikahan gue, mau ada gelar apa di belakang nama gue?
Nanti, anak-anak gue,
mau gue kasih makan dari mana?
Nanti, kalo gue
meninggal, gue mau diingat orang-orang kayak gimana ya?
Udah dapet point-nya?
Iya, semuanya berawal dari akhir. Sesuatu yang kita jalani,
gue harap, gue usahakan, sejalan dengan apa yang gue cita-citakan. Cita-cita
apa sih? Cita-cita jadi dokter? Jadi guru? Jadi pengacara? Nope. Cita-cita
dalam bentuk visi. Mungkin dalam analogi makro yang lebih mudah dicerna, ketika
lo mati nanti, menghadap Sang Pencipta, lo mau jadi kayak gimana? Mau jadi
orang yang baik, disayang Tuhan, makhluk bumi dan langit? Ya berarti selama
nyawa ini masih dalam tubuh lo, you have to do the things that make you the one
you wanna be then, ritteeee?
Cara kerjanya sama aja dengan pertanyaan-pertanyaan yang gue
lontarkan di atas. Ketika lo menginginkan hidup lo berakhir seperti apa, lo
harus menarik garis mundur untuk menentukan jalur mana yang kira-kira akan
membawa lo ke arah sana.
Comments
Post a Comment